Advertisment
![]() |
Yudi Setiadi |
KUNINGAN, (BK)-
Menanggapi pernyataan yang disampaikan oleh PT Kelapa Ciung Sukses Makmur (KCSM) baru-baru ini, Masyarakat Peduli Kuningan (MPK) menilai bahwa pernyataan tersebut masih bersifat normatif dan belum mencerminkan adanya langkah nyata dalam pemulihan kawasan yang telah terdegradasi akibat pembukaan lahan sawit, serta belum memberikan solusi konkret bagi petani mandiri yang terdampak.
Meskipun pihak perusahaan telah menunjukkan surat pemberhentian operasionalnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tanaman sawit masih tertanam dan belum ada tindakan nyata yang menunjukkan komitmen pemulihan. Aktivitas dan dampak yang ditinggalkan tetap belum tertangani.
Jika memang PT KCSM benar-benar patuh terhadap ketentuan penghentian operasional, maka seharusnya solusi atas dampak sosial dan ekonomi segera dijalankan, sesuai dengan hasil rapat dan pertemuan terakhir yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Kuningan di Gedung Pemerintahan Baru (KIC). Komitmen tersebut harus ditindaklanjuti secara konkret, terbuka, dan dapat diawasi publik.
MPK juga menegaskan pentingnya penyelesaian terhadap tanaman sawit yang sudah terlanjur ditanam oleh para petani mandiri. Hingga saat ini belum ada kepastian terkait tindak lanjut terhadap kondisi tanaman tersebut. Jangan sampai para petani mandiri merasa dirugikan karena investasi dilakukan tanpa perlindungan dan skema tanggung jawab yang jelas dari pihak perusahaan. Masyarakat tidak boleh terus-menerus menjadi korban dari skema kerja sama yang tidak transparan dan timpang.
Perlu ditekankan, solusi tidak cukup hanya berupa penarikan bibit atau penghentian distribusi tanaman baru. Harus ada langkah nyata berupa pemulihan ekologis, serta penyelesaian konkret atas sawit yang sudah ditanam—baik dari aspek legalitas, dampak lingkungan, maupun kejelasan nilai tukar atau ganti rugi bagi petani.
Hingga kini, kami belum melihat komitmen yang jelas dari PT KCSM, baik terhadap pemulihan fungsi ekologis lahan maupun penyelesaian dampak sosial-ekonomi di lapangan. Solusi yang dijanjikan saat rapat di KIC hanya sebatas wacana tanpa implementasi yang bisa diverifikasi. Padahal, para petani mandiri telah kehilangan sumber penghidupan dan kepastian iming-iming masa depan.
Perlu kami tegaskan, MPK tidak anti terhadap investasi. Justru kami berterima kasih jika investasi dapat membawa manfaat nyata bagi masyarakat. Namun, investasi tersebut haruslah ramah lingkungan dan sejalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan. Kabupaten Kuningan merupakan wilayah konservasi dan termasuk dalam kawasan catchment area (daerah tangkapan air) yang vital, sehingga seluruh aktivitas usaha di wilayah ini harus tunduk pada prinsip perlindungan lingkungan jangka panjang.
Kami juga menyoroti lambannya respons dari dinas-dinas terkait yang belum menunjukkan pengawasan aktif dan keseriusan dalam menindaklanjuti persoalan ini. Ketidaktegasan ini justru memperburuk keadaan dan memberi ruang bagi perusahaan untuk terus beroperasi tanpa kejelasan tanggung jawab.
Dalam hal ini, peran aktif pemerintah sebagai penyelenggara negara dan pelindung rakyat sangat dibutuhkan. Pemerintah tidak boleh hanya duduk manis dan berwacana tanpa langkah nyata di lapangan. Ketiadaan tindakan tegas justru mencederai kepercayaan publik dan memperpanjang penderitaan masyarakat terdampak. Pemerintah harus hadir secara konkret dalam memastikan pemulihan lahan, perlindungan petani, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan.
Sebagai bagian dari tanggung jawab kolektif, MPK bersama elemen masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas pencinta alam, mendorong langkah penataan kawasan dan penyelesaian konflik secara menyeluruh. Upaya ini menitikberatkan pada kolaborasi lintas sektor dengan pendekatan berbasis bukti dan analisis hukum serta ekologis. Selain itu, harus segera dibangun skema penyelesaian yang adil dan berkelanjutan bagi para petani terdampak, termasuk kejelasan atas nasib tanaman yang telah ditanam, dan pemulihan ekosistem sesuai fungsi kawasan konservasi.
Kami menilai saat ini dibutuhkan gerakan penataan kawasan yang menyeluruh dan terintegrasi, tidak hanya merespons konflik sawit semata, melainkan juga memperkuat perlindungan kawasan lindung, rehabilitasi lahan kritis, serta penataan ulang tata ruang secara partisipatif. Penataan ini harus melibatkan masyarakat lokal dan berbasis pada kearifan lokal serta kondisi ekologis Kuningan sebagai wilayah hulu.
MPK percaya bahwa penyelesaian persoalan ini tidak bisa dilakukan secara sektoral atau sepihak. Dibutuhkan keterlibatan aktif dari semua pemangku kepentingan—pemerintah daerah, DPRD, lembaga akademik, hingga masyarakat terdampak—dalam satu forum kebijakan yang akuntabel, transparan, dan berpihak pada keadilan sosial dan ekologis.
Masyarakat Peduli Kuningan (MPK)
Untuk Keadilan Agraria dan Keberlanjutan Ekologis
Yudi Setiadi
(Aldi/BK)