Sabtu, 8/09/2025 09:23:00 PM WIB
HeadlinePendidikan

Keprihatinan DPD PSI: Penjualan LKS di Kuningan Dinilai Melanggar Aturan

Advertisment

 

DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Kuningan

KUNINGAN, (BK)-


DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Kuningan, melalui pimpinan mereka Asep Papay serta Ketua Bapilunya Abas Yusuf, mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terkait terungkapnya praktik penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang terjadi secara masif dan terstruktur di Kabupaten Kuningan, khususnya di Sekolah Dasar dan Madrasah, terutama di kawasan Timur Kabupaten Kuningan.


Berdasarkan informasi dan bukti yang diperoleh dari masyarakat, praktik ini melibatkan sebuah penerbit lokal berinisial CV “L”, yang dipimpin oleh individu berinisial “BH”. Mereka diduga telah mengatur distribusi LKS ke beberapa sekolah melalui jaringan informal yang melibatkan kepala sekolah dan kelompok-kelompok tertentu.


Salah satu bukti yang ditemukan adalah percakapan di grup WhatsApp internal sekolah, di mana seorang kepala sekolah secara jelas memberikan instruksi kepada stafnya: 


"Jika ada Media atau LSM yang bertanya tentang LKS, katakan saja itu titipan ‘BH’ di Kuningan."



Pernyataan ini tidak hanya mencerminkan upaya untuk menutupi praktik yang meragukan, tetapi juga memperkuat dugaan bahwa proses distribusi LKS ini tidak transparan dan tidak mematuhi mekanisme resmi dari dinas pendidikan atau kementerian agama.


Hal ini juga diperkuat oleh anggota PSI Kuningan yang menemukan LKS tersebut dijual di berbagai tempat, mulai dari sekolah, fotokopian, warung kelontong, hingga rumah warga, bahkan yang paling tidak masuk akal di warung sayuran.


Pelanggaran atas Aturan dan Etika Pendidikan


DPD PSI Kuningan menegaskan bahwa:


Praktik penjualan LKS ini melanggar Permendikbud No. 75 Tahun 2016 mengenai Komite Sekolah yang jelas melarang guru dan kepala sekolah dalam menjual buku kepada siswa.


Ini juga bertentangan dengan prinsip pendidikan dasar yang harus bersifat wajib dan gratis sesuai amanat Pasal 34 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Praktik ini berseberangan dengan semangat integritas ASN dan berpotensi melanggar aturan disiplin PNS seperti yang dipaparkan dalam PP No. 94 Tahun 2021.


Melanggar surat edaran Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan yang melarang penjualan LKS di institusi pendidikan di bawah naungan Dinas Pendidikan Kuningan.


Praktik ini juga diduga melibatkan pungutan liar, mengingat aktifnya peran oknum kepala sekolah dan kelompoknya dalam proses ini.


Yang lebih mengkhawatirkan, meskipun LKS tidak diwajibkan, anak-anak yang tidak membeli LKS terpaksa mendapatkan beban tambahan seperti menyalin materi secara manual di rumah, yang merupakan bentuk diskriminasi terselubung terhadap siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.


Komitmen Pemimpin Daerah: Pendidikan Harus Ditegakkan Tanpa Beban Biaya


DPD PSI mengingatkan bahwa praktik sebagaimana ini sangat bertentangan dengan komitmen Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang secara tegas menyatakan:


“Anak-anak Jawa Barat harus belajar tanpa adanya biaya. Tidak boleh ada siswa yang dijadikan objek materi.” ujar gubernur.


Hasil sejalan juga menjadi fokus utama Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si., yang dalam berbagai kesempatan menegaskan komitmennya kepada pendidikan yang adil, gratis, dan inklusif.


PSI meyakini bahwa kedua pemimpin ini tidak akan membiarkan pendidikan menjadi ajang bisnis tersembunyi, apalagi yang merugikan hak-hak anak didik.


Tuntutan PSI dan Tindakan Nyata untuk Perubahan


DPD PSI Kabupaten Kuningan menyampaikan tuntutan sebagai berikut:


1. Menghentikan seluruh aktivitas distribusi dan penjualan LKS.

2. Memeriksa peran BH dan struktur distribusi LKS di lapangan, termasuk kemungkinan aliran dana kepada oknum kepala sekolah dan kelompoknya.

3. Mengembalikan seluruh dana pembelian LKS yang telah dibayarkan orang tua siswa.

4. Melakukan audit khusus untuk memastikan tidak ada pelanggaran serupa di sekolah-sekolah lainnya.

5. Menindak ASN yang terlibat dalam pelanggaran etik dan administratif sesuai ketentuan yang berlaku.


Solusi Alternatif untuk Pembelajaran yang Adil


Sebagai solusi yang mendesak, PSI juga merekomendasikan agar:


Buku paket yang dibeli sekolah melalui dana BOS bisa dibawa pulang oleh siswa untuk keperluan pembelajaran di rumah.


Materi pembelajaran harus tersedia dalam format digital atau fotokopian yang dibiayai oleh dana BOS, tanpa biaya tambahan kepada orang tua.


Guru diberi kebebasan untuk merancang modul pembelajaran alternatif yang relevan, hemat, dan mudah diakses oleh semua siswa tanpa diskriminasi.


Pemerintah daerah harus membuka akses ke perpustakaan digital dan rumah belajar online, serta mendorong kolaborasi dengan UPZ atau lembaga sosial untuk mencetak materi bagi siswa yang kurang mampu.


“Kami ingin menyuarakan suara orang tua di desa-desa. Anak-anak mereka tidak boleh terus menjadi korban sistem pendidikan yang diam-diam diperdagangkan. Pendidikan adalah hak, bukan barang jualan. Dan kami akan terus bersama rakyat untuk memastikan keadilan ini ditegakkan,” tegas Ketua Bapilu PSI Abas Yusuf di akhir pernyataannya. (Aldi/BK)