Kamis, 8/07/2025 11:16:00 PM WIB
Headline

Ketua Fraksi Golkar DPRD Kuningan: Pengurangan TPP ASN Harus Berdasarkan Kondisi Fiskal Daerah"

Advertisment

 

Ketua Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Kuningan, Harnida Darius, S.H.,


KUNINGAN, (BK)-

Ketua Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Kuningan, Harnida Darius, S.H., memberikan tanggapan terkait rencana pengurangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang diusulkan oleh Bupati Kuningan. Isu ini telah menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat dan para aktivis.


Harnida, yang juga menjabat sebagai Ketua MPC Pemuda Pancasila Kabupaten Kuningan, menegaskan bahwa TPP bukanlah hak mutlak yang harus diterima oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.


“TPP bukan merupakan hak otomatis bagi ASN. Kita harus menilai juga dari sisi keuangan daerah. Saat ini, kondisi fiskal Kuningan memerlukan perhatian serius, dan tidak bisa dipaksakan,” ujar Harnida saat diwawancarai pada Rabu (7/8/2025).


Ia mengakui bahwa kritik dari aktivis adalah bagian dari proses demokrasi, tetapi harus didasari oleh data dan argumen yang tepat.


“Di negara kita, kritik adalah hal yang sah. Namun, harus berbasis data. Salah satu program unggulan Bupati, Ajeg Timbangan, dirancang untuk menjaga kesehatan APBD,” tambahnya.


Ia juga mengingatkan bahwa ASN bukan satu-satunya kelompok yang harus diprioritaskan, terlebih dalam situasi fiskal yang berat.


"Jika ada yang mengatakan bahwa pengurangan TPP akan menurunkan produktivitas ASN, itu sebuah pandangan yang egois. Kita juga harus mempertimbangkan P3K paruh waktu yang telah berperan dalam meningkatkan pelayanan publik di Kuningan,” ungkapnya.


Lebih lanjut, Harnida memberikan saran jika pengurangan TPP benar-benar diterapkan, maka harus dilakukan secara adil dan berjenjang, bukan dipukul rata dari atas ke bawah.

“Kalaupun akhirnya TPP dikurangi, saya menyarankan agar dilakukan secara berjenjang. Jangan dipukul rata. ASN golongan bawah tentu harus jadi pertimbangan utama untuk tetap dilindungi, sementara pejabat struktural di level atas bisa diberikan penyesuaian lebih besar,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa ASN seharusnya bekerja dengan motivasi untuk melayani masyarakat, bukan semata-mata mengejar tambahan penghasilan.

“Jika ada ASN yang sengaja menurunkan performa karena pengurangan TPP, saya percaya bahwa mereka tidak layak menjabat sebagai ASN. Tugas ASN adalah melayani masyarakat, bukan hanya mengejar insentif,” tutup Harnida.

Landasan Hukum Pengurangan TPP

Sebagai tambahan informasi, pemberian TPP bagi ASN di daerah tidak bersifat wajib, melainkan sangat tergantung pada situasi keuangan daerah serta kebijakan yang ditetapkan oleh kepala daerah.

Hal ini diatur dalam beberapa regulasi berikut:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 58 ayat (1) huruf c, yang menyebutkan bahwa belanja pegawai dapat mencakup tambahan penghasilan yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

2. Permendagri No. 15 Tahun 2024 tentang pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2025, yang membatasi belanja pegawai maksimum 30% dari total belanja daerah.

3. Permenpan-RB Nomor 6 Tahun 2022 mengenai Pengelolaan Kinerja ASN, yang menghubungkan pemberian insentif seperti TPP dengan pencapaian kinerja, tetapi tetap mempertimbangkan ketersediaan anggaran dan kewenangan pemerintah daerah.

“Hakikat pemberian TPP bukanlah absolut. Peraturan pemerintah dan peraturan kementerian jelas menyatakan bahwa hal ini tergantung pada kemampuan keuangan daerah. Karenanya, sah-sah saja jika kepala daerah melakukan kajian ulang mengenai besarnya pemberian TPP,” tambah Harnida.

Pemerintah Kabupaten Kuningan saat ini masih dalam tahap pengkajian internal mengenai pengurangan TPP sebagai respons terhadap kondisi fiskal daerah yang memerlukan penyesuaian. (Aldi/BK)