Advertisment
![]() |
Tampak depan bangunan utama Situs Makam Van Beek di Jalan Cigugur, Kuningan peninggalan era Hindia Belanda yang masih berdiri kokoh dan sarat nilai sejarah. Dok. Foto: Bokor Kuningan |
KUNINGAN,(BK) –
Di kawasan Jalan Cigugur arah Palutungan, Kabupaten Kuningan, berdiri sebuah bangunan kuno yang menyimpan cerita sejarah masa kolonial Belanda. Bangunan tersebut dikenal dengan nama Situs Makam Van Beek, yang merupakan kompleks permakaman bergaya Eropa peninggalan zaman Hindia Belanda.
Bangunan ini memiliki bentuk menyerupai monumen, dibangun dari bata besar berwarna putih yang kini tampak memudar dimakan usia. Namun, struktur bangunannya masih terlihat kokoh dan terawat. Di bagian depannya, terdapat pagar besi berkarat yang mempertegas kesan tua dan historis.
Meski berada di tepi jalan raya, suasana di dalam kompleks terasa hening dan teduh. Pencahayaan di dalam bangunan hanya berasal dari beberapa celah ventilasi, berbentuk persegi panjang dan salib, yang menyaring cahaya secara dramatis ke dalam ruangan utama. Minggu (03/08/25)
Tepat di tengah ruangan, terdapat tiga struktur mirip peti mati dua berdempetan dan satu berukuran lebih kecil di antaranya. Ketiga struktur tersebut berada di bawah kubah besar yang dikelilingi ornamen khas arsitektur klasik Eropa.
Tak jauh dari bangunan utama, terdapat taman kecil yang ditumbuhi rerumputan dan tanaman hias. Di area tersebut, tampak lima makam tua lain yang mulai pudar dan dipenuhi lumut. Sayangnya, papan informasi status cagar budaya di lokasi tersebut telah lapuk dan sulit terbaca.
Sejarah bangunan ini diungkapkan oleh Tendi, Dosen Sejarah dari UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon. Ia menjelaskan bahwa sosok Van Beek bernama lengkap Hendrik Albertus van Beek, yang pernah menjabat sebagai supervisor di Departemen Pekerjaan Umum di Kuningan.
“Orang sering menyebutnya Van Beck, padahal yang benar itu Van Beek. Beliau pernah menikah di Bandung sekitar tahun 1907 dan bekerja di Kuningan saat itu,” ujar Tendi saat diwawancarai.
Menurut Tendi, Van Beek membangun kompleks makam ini sebagai bentuk penghormatan bagi keluarganya yang telah meninggal dunia. Namun, Van Beek sendiri tidak dimakamkan di tempat tersebut.
“Awalnya ini memang untuk makam keluarga. Karena beliau dari Pekerjaan Umum, maka dibuatlah bangunan yang megah seperti ini di Cigugur. Tapi pada akhirnya beliau sendiri tidak dimakamkan di sana,” tambahnya.
Alasan Van Beek memilih Cigugur sebagai lokasi makam juga dijelaskan Tendi. Menurutnya, Cigugur dikenal dengan udara yang sejuk dan dingin, menyerupai iklim di Eropa.
“Orang-orang Eropa saat itu, terutama yang bekerja di Cirebon dan sekitarnya, seperti di pabrik gula, pelabuhan, dan pabrik rokok, menjadikan Kuningan khususnya Cigugur, Sangkanhurip, dan Linggajatisebagai tempat peristirahatan,” tuturnya.
Dalam artikel surat kabar Hindia Belanda Algemeen Handelsblad edisi 8 Juli 1921, disebutkan bahwa Van Beek membangun kompleks makam ini selama lebih dari setahun. Setelah rampung, jenazah anak dan menantunya dipindahkan ke lokasi tersebut, sementara satu tempat disiapkan khusus untuk dirinya.
Disebutkan pula bahwa Van Beek terinspirasi dari makam bergaya Italia yang terbuat dari marmer. Namun, karena keterbatasan material dan lokasi Cigugur yang terpencil kala itu, ia memilih menggunakan beton.
“Masih terdapat begitu banyak ruang di aula sehingga hanya sejumlah kecil pengunjung yang dapat berdiri,” tulis Algemeen Handelsblad dalam artikelnya.
Saat ini, Situs Makam Van Beek dapat dikunjungi oleh masyarakat umum, terutama bagi mereka yang tertarik menelusuri jejak sejarah kolonial Belanda di Kabupaten Kuningan. Lokasinya berada tak jauh dari Markas Koramil 1515 Cigugur, tepat di tepi Jalan Cigugur arah Palutungan. (Apip/BK)