Advertisment
![]() |
Ketua DPD PSI Kabupaten Kuningan, Asep Susan Sonjaya Suparman |
KUNINGAN, (BK)-
Polemik mengenai open bidding jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) kembali mencuat setelah aktivis Sadam Husen menuduh langkah bupati definitif sebagai bentuk pemborosan anggaran. Namun, tudingan tersebut dinilai tidak tepat, mengingat proses open bidding sebelumnya terjadi di bawah kepemimpinan Penjabat (Pj) Bupati, yang kemudian terbukti bermasalah, sehingga Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan rekomendasi untuk melakukan seleksi ulang.
Ketua DPD PSI Kabupaten Kuningan, Asep Susan Sonjaya Suparman, yang lebih dikenal dengan Asep Papay, menegaskan bahwa keputusan bupati definitif justru memperkuat tata kelola birokrasi, bukan menambah permasalahan. “Dasar hukumnya jelas. UU ASN, PP tentang Manajemen PNS, dan Permendagri mengatur bahwa pengisian jabatan pimpinan tinggi harus sah, transparan, dan mendapatkan legitimasi dari KASN. Jika seleksi sebelumnya cacat prosedur, hukum mengharuskan untuk diulang,” tegas Asep Papay, pada Minggu (17/8).
Mengenai tudingan sebagai pemborosan, Asep Papay menekankan bahwa anggaran open bidding yang telah digunakan merupakan tanggung jawab Pj Bupati serta OPD teknis (BKPSDM) pada periode sebelumnya, bukan bupati definitif. “Biaya yang sudah dikeluarkan itu melekat pada masa Pj. Bupati definitif hanya menjalankan perintah hukum untuk mengulang seleksi. Ini bukan pemborosan, tetapi konsekuensi administratif agar proses seleksi sah secara hukum,” jelasnya.
Asep Papay menambahkan bahwa keluarnya rekomendasi resmi dari Kemendagri adalah bukti bahwa pemerintah pusat menemukan ketidaksesuaian prosedur dalam seleksi sebelumnya. “Bupati definitif sedang menjalankan tindakan korektif untuk menyelamatkan jabatan strategis Sekda agar tidak cacat hukum. Jika tidak diulang, risikonya jauh lebih besar dengan kemungkinan munculnya gugatan hukum di masa mendatang,” tambahnya.
Secara hukum, Asep Papay menjelaskan, langkah bupati sejalan dengan asas contrarius actus dalam hukum administrasi, di mana pejabat berwenang dapat memperbaiki atau membatalkan keputusan pejabat sebelumnya jika terbukti keliru. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga menegaskan pentingnya asas kepastian hukum, keterbukaan, dan akuntabilitas.
“Justru kalau bupati tidak mengikuti rekomendasi Kemendagri, itu yang bisa dianggap melanggar hukum. Maka tudingan aktivis yang menyebut langkah ini sebagai pemborosan sangat tidak tepat. Yang benar adalah, ini upaya penyelamatan hukum dan tata kelola pemerintahan daerah,” ujar Asep Papay.
Sebagai partai pendukung pemerintah, PSI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal langkah bupati dalam menata birokrasi. “Bupati sedang memperbaiki, bukan mengulangi kesalahan. Kami ada di garda depan memastikan reformasi birokrasi berjalan bersih, transparan, dan akuntabel demi kepentingan masyarakat Kuningan,” pungkas Asep Papay.(Aldi/BK)